PENGANTAR MANAJEMEN :
Character Inside
Prof. Setyabudi
Indartono, Ph.D – Edisi 2014
Halaman 163 - 172
Bab 11 Motivasi
Motivasi adalah proses
yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk
mencapai tujuannya. Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas,
arah, dan ketekunan. Berdasarkan teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, teori
X dan Y Douglas McGregor maupun teori motivasi kontemporer, arti motivasi adalah
alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu.
Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi dapat diartikan orang tersebut
memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan
mengerjakan pekerjaannya yang sekarang. Jadi, dapat disimpulkan bahwa motivasi
merupakan dorongan yang berasal dari individu untuk mencapai sesuatu.
Teori
hierarki kebutuhan
Teori motivasi yang
paling terkenal adalah hierarki teori kebutuhan milik Abraham Maslow. Ia
membuat hipotesis bahwa dalam setiap diri manusia terdapat hierarki dari lima
kebutuhan, yaitu fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya),
rasa aman (rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik dan emosional), sosial (rasa
kasih sayang, kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan), penghargaan (faktor
penghargaan internal dan eksternal), dan aktualisasi diri (pertumbuhan,
pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri).
Maslow memisahkan lima
kebutuhan ke dalam urutan-urutan. Kebutuhan fisiologis dan rasa aman
dideskripsikan sebagai kebutuhan tingkat bawah sedangkan kebutuhan sosial,
penghargaan, dan aktualisasi diri sebagai kebutuhan tingkat atas.
Teori
X dan teori Y
Douglas McGregor
menemukan teori X dan teori Y setelah mengkaji cara para manajer berhubungan
dengan para karyawan. Kesimpulan yang didapatkan adalah pandangan manajer
mengenai sifat manusia didasarkan atas beberapa kelompok asumsi tertentu dan bahwa
mereka cenderung membentuk perilaku mereka terhadap karyawan berdasarkan
asumsi-asumsi tersebut.
Ada empat asumsi yang
dimiliki manajer dalam teori X.
1. Karyawan pada
dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan sebisa mungkin berusaha untuk
menghindarinya.
2. Karena karyawan
tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dipakai, dikendalikan, atau diancam
dengan hukuman untuk mencapai tujuan.
3. Karyawan akan
mengindari tanggung jawab dan mencari perintah formal, di mana ini adalah
asumsi ketiga.
4. Sebagian karyawan
menempatkan keamanan di atas semua faktor lain terkait pekerjaan dan
menunjukkan sedikit ambisi.
Bertentangan dengan
pandangan-pandangan negatif mengenai sifat manusia dalam teori X, ada pula
empat asumsi positif yang disebutkan dalam teori Y.
1. Karyawan menganggap
kerja sebagai hal yang menyenangkan, seperti halnya istirahat atau bermain.
2. Karyawan akan
berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai berbagai tujuan.
3. Karyawan bersedia
belajar untuk menerima, mencari, dan bertanggungjawab. Karyawan mampu membuat
berbagai keputusan inovatif yang diedarkan ke seluruh populasi, dan bukan hanya
bagi mereka yang menduduki posisi manajemen.
Teori
motivasi kontemporer
Teori motivasi
kontemporer mencakup:
1. Teori kebutuhan
McClelland. Teori kebutuhan McClelland dikembangkan oleh David McClelland dan
teman-temannya. Teori kebutuhan McClelland berfokus pada tiga kebutuhan yang
didefinisikan sebagai berikut:
a) kebutuhan
berprestasi: dorongan untuk melebihi, mencapai standar-standar, berusaha keras
untuk berhasil.
b) kebutuhan berkuasa:
kebutuhan untuk membuat individu lain berperilaku sedemikian rupa sehingga
mereka tidak akan berperilaku sebaliknya.
c) kebutuhan
berafiliasi: keinginan untuk menjalin suatu hubungan antarpersonal yang ramah
dan akrab.
2. Teori evaluasi
kognitif.
Teori evaluasi kognitif
adalah teori yang menyatakan bahwa pemberian penghargaan-penghargaan ekstrinsik
untuk perilaku yang sebelumnya memuaskan secara intrinsik cenderung mengurangi
tingkat motivasi secara keseluruhan. Teori evaluasi kognitif telah diteliti
secara eksensif dan ada banyak studi yang mendukung.
3. Teori penentuan
tujuan.
Teori penentuan tujuan
adalah teori yang mengemukakan bahwa niat untuk mencapai tujuan merupakan
sumber motivasi kerja yang utama. Artinya, tujuan memberitahu seorang karyawan
apa yang harus dilakukan dan berapa banyak usaha yang harus dikeluarkan.
4. Teori penguatan.
Teori penguatan adalah
teori di mana perilaku merupakan sebuah fungsi dari konsekuensi-konsekuensinya
jadi teori tersebut mengabaikan keadaan batin individu dan hanya terpusat pada apa
yang terjadi pada seseorang ketika ia melakukan tindakan.
5. Teori Keadilan.
Teori keadilan adalah
teori bahwa individu membandingkan masukan-masukan dan hasil pekerjaan mereka
dengan masukan-masukan dan hasil pekerjaan orang lain, dan kemudian merespons
untuk menghilangkan ketidakadilan.
Variabel-
variabel Motivasi
Kerlinger, N. Fred dan
Elazar J. Pedhazur (1987) menyatakan bahwa variabel motivasi terdiri dari:
(1) Motif atas kebutuhan
dari pekerjaan (Motive); (2) Pengharapan atas lingkungan kerja (Expectation); (3)
Kebutuhan atas imbalan (Insentive). Hal ini juga sesuai dengan yang di kemukakan
Atkinson (William G Scott, 1962: 83), memandang bahwa motivasi adalah merupakan
hasil penjumlahan dari fungsi-fungsi motive, harapan dan insentif (Atkinson
views motivation strengh in the form of an equattion-motivation = f (motive +
expectancy + incentive).
(1)
Motif
Fremout E. kast dan
james E. Rosenzweig (1970) mendefinisikan motive sebagai: a motive what prompts
a person to act in a certain way or at least develop appropensity for speccific
behavior. The urge to action can tauched off by an external stimulus, or it can
be internally generated in individual thought processes. Jadi motive adalah
suatu dorongan yang dating dari dalam diri seseorang untuk melakukan atau
sedikitnya adalah suatu kecenderungan menyumbangkan perbuatan atau tingkah laku
tertentu. William G Scott (1962: 82) menerangkan tentang motive adalah
kebutuhan yang belum terpuaskan yang mendorong individu untuk mencapai tujuan tertentu.
Secara lengkap motiv menurut Scott motive are unsatiesfied need which prompt an
individual toward the accomplishment of aplicable goals. Berdasarkan uraian di
atas dapat dikatakan, motive adalah dorongan yang ada di dalam diri seseorang
untuk melakukan perbuatan guna memenuhi kepuasannya yang belum terpuaskan.
(2)
Harapan
RL. Kahn dan NC Morce
(1951: 264) secara singkat mengemukakan pendapatan mereka tentang expectation,
yakni Expectation which is the
probability that the act will
obtain the goal. Jadi harapan adalah merupakan kemungkinan bahwa dengan
perbuatan akan mencapai tujuan. Arthur levingson dalam buku Vilfredo Pareto
(1953: 178) menyatakan: The individual
is influenced in his action by
two major sources of role expectation the formal demands made by the company as
spalled out in the job, and the
informal expectation forces make behavioral demans on the individual attemps to structure the
social situation and the devine his place in it.
(3) Insentif
Mengacu
pada pendapat Dubin (1988) menyatakan bahwa pada dasarnya incentive itu adalah
peransang, tepatnya pendapat Dubin adalah incentive are the inducement placed
the course of an going activities, keeping activities toward directed one goal
rather than another. Morris S. Viteles
(1973: 76)
merumuskan insentif sebagai keadaan yang membangkitkan kekuatan dinamis
individu, atau persiapan-persiapan dari pada keadaan yang mengantarkan dengan
harapan dapat mempengaruhi atau merubah sikap atau tingkah laku orang-orang.
Secara lebih lengkap Viteles menyatakan: incentive are situasions which
function in arousing dynamis forces in the individual, or managements of
conditions introduced with the expectation of influencing or altering the behavior
of people. Joseph Tiffin (1985: 267) mengatakan bahwa pemnberian insentif
sangat diperlukan terutama apabila karyawan tidak banyak mengetahui tentang hal
apa yang akan dilakukannya. Berikut secara lengkap diuraikan pendapat Tiffin:
ordinary speaking, people will not learn very much about anything unless they
are motivated to do so, that is, unless they are supplied with an adequate
incentive. Maknanya bahwa seseorang tidak banyak mengetahui tentang sesuatu
hal, apabila mereka tidak didorong untuk melakukan pekerjaan yang demikian itu,
yaitu apabila mereka tidak dibekali dengan insentif secara cukup.
0 Comments