ANALISIS BUKU BELAJAR JUJUR
KARYA INTAN SAVITRI, M.Si.
KERANGKA LAPORAN BUKU
1.
Pendahuluan
- menginspirasi pembaca (4)
- mengandung
nilai moral (3)
- dapat dibaca
oleh seluruh kalangan (2)
- bahasanya mudah
dipahami (1)
- memotivasi
pembaca (5)
- mengisi waktu
luang (4)
- menumbuh
kembangkan budaya minat baca (5)
- menjadi
inspirasi dan motivasi pembaca (2)
- mendidik untuk
berbuat jujur (3)
- menembah
wawasan dan pengetahuan (1)
- pendahuluan
(latar belakang, tujuan, sistematika)
- pembahasan
(uraian bab demi bab)
- penutup
(kesimpulan dan saran)
2. Pembahasan
Uraian bab demi
bab
3. Penutup
- mengandung
materi kejujuran
- banyak
terkandung nilai kehidupan
- kisah cerita
yang mudah dipahami
- gambar hitam
putih
- penjelasan
terlalu singkat
- monoton
- saran
(keunggulan/kelebihan, kekurangan/kelemahan)
1.
Pendahuluan
Penulis melaporkan buku “Belajar Jujur” karya Intan
Savitri,M.Si. Karena buku ini disajikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah
dipahami oleh pembaca, buku ini dapat dibaca oleh semua kalangan khususnya para
pelajar. Buku ini banyak mengandung nilai-nilai moral yang dapat dijadikan
bekal pengetahuan pembaca dalam bertindak dan berbuat. Nilai-nilai moral yang
terdapat pada buku “Belajar Jujur” dapat diteladani oleh pembaca. Selain itu
terdapat banyak kisah yang menginspirasi pembaca. Hal ini dapat menjadi sarana
pembaca untuk berbuat jujur. Buku ini juga menjadi motivasi pada pembaca untuk
senantiasa berbuat jujur.
Nilai moral yang terkandung pada
buku “Belajar Jujur” karya Intan Savitri,M.Si. dapat dijadikan penambah wawasan
dan pengetahuan tentang kejujuran. Wawasan serta pengetahuan di dalam buku ini
dapat menjadi inspirasi serta motivasi
seseorang agar berbuat jujur. Buku ini juga mengajarkan kepada pembaca akan
pentingnya berbuat jujur. Serta membaca buku ini juga dapat mengisi waktu luang
sebagai ajang literasi. Selain itu, buku ini dapat menjadi bacaan yang dapat
menumbuh kembangkan budaya minat baca. Oleh karena itu, penulis menganalisis
buku yang berjudul Belajar Jujur karya Intan Savitri, M.Si. yang diterbitkan
oleh JP BOOKS di Surabaya pada tahun
2011 dengan ketebalan 152 halaman.
Laporan ini disajikan mulai dari
bagian pendahuluan yang meliputi latar belakang, tujuan, dan sistematika,
kemudian dilanjutkan bagian pembahasan yang berisi uraian bab demi bab, dan
diakhiri bagian penutup yang menyajikan kesimpulan dan saran.
2. Pembahasan
Bab 1 Menjelaskan tentang Apa itu
Kejujuran? berisi tentang
Kisah Sang Penebang Kayu
Alkisah,
seorang penebang kayu yang telah bekerja puluhan tahun tiba di sebuah hutan
yang masih perawan. Hutan itu tampak lengang, didengarnya sekali suara binatang
bersahutan ditengah kesiur angin dan gesekan dedaunan. Ia terus berjalan
menmbus hutan dan sampailah ia di di tepi sebuah danau tempat dimana pohon-
pohon yang siap untuk ditebang, ia perlahan mengelus pinggangnya yang dipenuh
bibit pohon yang baru. Ia pun berkata pada sang pohon, “Wahai pohon, izinkan
aku menebangmu dan akan segera kutanam bibit yang baru sebagai penggantimu”.
Sambil tersenyum dan penuh semangat, si penebang kayu mengayunkan kapaknya.
Peluh pun bercucuran mengaliri tubuhnya, sesekali ia mengambil kain untuk
menghapusnya dan kembali mengayunkan kapaknya dengan penuh semangat. Tiba- tiba
tanpa disangka, sangka mata kapak yang digunakannya, untuk menebang pohon
melayang dan jatuh ke dalam danau! Sang penebang kayu sangat terkejut, matanya
terbelalak, mulutnya nganga. Ia kebingungan sebab tahu bahwa danau itu sangat
dalam, dan ia sama sekali tidak bisa berenang!. Tiba –tiba ia menangis
tersedu-sedu. Melintas – lintas di kepalanya anak dan istrinya yang akan
kelaparan hari ini, karena ia tak bisa menjual sebatang kayu pun. Rupanya suara
tangis si penebang kayu terdengar oleh penghuni surga, maka ia mengutus salah
satu malaikatnya untuk melihat siapakah yang sedang menangis itu?. Sang
malaikat lebih cepat dari kilat melesat ke bumi dan meluncur masuk ke dalam
danau, menjelma ikan yang sangat besar. Ia muncul perlahan di permukaan danau,
dengan mulut dan mata yang muncul di permukaan danau, ia mengamati wajah si
penebang kayu. Lalu, kejujuran sang penebang kayu diuji oleh ikan itu, yang
pertama mata kapak Emas, tapi ia tidak mengakui, yang kedua mata kapak perak
tapi tidak mengakui, yang ketiga mata kapak perunggu, tapi tidak mengakui, dan
yang keempat mata kapak besi baru ia mengakui. Lalu keanehan pun terjadi ketika
sang penebang kayu itu pulang kerumah dan dikejutkan dengan 3 mata kapak yang
di tunjukkan sang ikan kepada si penebang kayu di dalam lemari. Lalu sang
penebang kayu bersujud syukur, dan berterima kasih kepada Tuhan atas imbalan
atas kejujuran dirinya.
Dilema Moral
Dalam
kehidupan sehari-hari kita pasti pernah mengalami hal seperti ini, sebuah
tawaran yang menarik atau sebuah benda, atau sebuah kondisi yang secara
material akan menguntungkan kita tetapi menuntut kita tidak jujur. Kapak
perunggu, perak dan emas itu bisa saja pertanyaan dari atasan kita. Kejujuran
menuntut kongruensi atau keutuhan seseorang di dalam memandang sebuah
persoalan. Utuh dan selaras antara persepsi dirinya terhadap orang lain atau
persoalan yang sedang dihadapinya serta utuh dan selaras antara nilai-nilai
yang diyakininya serta perbuatan yang dilakukannya.
Makna Kejujuran
Kejujuran
berasal dari kata jujur, dalam Kitas Besar Bahasa Indonesia edisi ke IV, jujur
memiliki beberapa makna : jujur adalah lurus hati, tidak berbohong, berkata apa
adanya, tidak curang. Jika diberi imbuhan ke dan an menjadi kejujuran, maka
disebut sifat (keadaan) jujur, ketulusan hati. Ada dua hal yang perlu dicermati
pada definisi kejujuran diantaranya adalah sifat atau karakter dan kata
konsisten. Jika kita bicara tentang sifat atau karakter, dalam beberapa
definisi psikologi, karakter atau kepribadian maka kepribadian adalah sejumlah
ciri khas seseorang dalam hal perasaan, perkataan, dan perbuatan, yang
membuatnya unik, ciri khas ini bersifat menetap sekaligus dinamis. Kata menetap
sekaligus dinamis mengandung arti relatif bisa terus berkembang sesuai dengan pengalaman
hidup dan kemampuan untuk memaknai pengalaman hidupnya. Sehingga dapat
dikatakan bahwa kejujuran sebagai salah satu ciri dari kepribadian seseorang
dapat menetap sekaligus dinamis siring perjalanan dan pengalaman hidup
seseorang. Kata konsisten juga memiliki makna, bahwa jika seseorang dikatakan
jujur jika ia secara terus-menerus bersikap yang sama dalam perasaan,
perkataan, dan perbuatannya.
Bab 2 Menjelaskan tentang Mengapa
Orang Jujur dan Tidak Jujur? berisi tentang
Kisah Niar
Niar
seorang wanita yang cukup pandai, ia bekerja di sebuah perusahaan penerbitan.
Sepanjang karirnya dalam bidang penerbitan, ia telah dianggap cukup memiliki
keahlian. Beberapa kali ia mengalami kesulitan memang, tetapi belum pernah
sekeras ini. Namun demikian, kadangkala ia mengalami kesulitan dalam
memperkirakan kemampuannya sendiri. Ia lebih sering overestimate antara kemampuannya dan kenyataanya dalam
menyelesaikan pekerjaan. Seperti hari ini misalnya, “Silahkan duduk niar,” kata
manajer Niar yang baru, dengan nada ringan. “ini naskah delapan puluh halaman
yang saya tunggu untuk untuk bisa diselesaikan editingnya dengan tenggat satu
pekan, menurutmu siapa yang bisa melakukannya dalam tim-mu?” tanyanya lagi.
“Semua orang dalam tim saya sedang mengerjakan pekerjaan sesuai jadwal, Pak.
Bagaimana kalau saya saja disela-sela pekerjaan manajemen?” tanya niar kepada
atasannya. “Baik, berpa lama Niar bisa menyelesaikan pekerjaan ini?” tanya
manajernya. “Satu minggu seperti yang Bapak sampaikan tadi, cukup.” Kata niar
cepat. Sang manajer mengangguk dan mencatat dalam hatinya, bahwa niar adalah
seorang yang dapat diandalkan. Satu minggu dalam hal ini lima hari kerja
berlalu. Pada hari tenggat pekerjaannya selesai, Niar dipanggil kembali oleh
atasannya. “Silahkan duduk niar, apa kabar?”. “Baik pak.” Niar menjawab sambil
duduk di depan meja atasannya. Wajahnya agak pucat. “Bagaimana pekerjaan yang
satu minggu lalu saya berikan padamu, apakah sudah selesai?” tanya sang
manajer. “Hmmm... kemarin saya sakit, Pak. Jadi belum selesai masih beberapa
halaman lagi,” kata niar perlahan, suaranya lirih. Sang Manajer mengerutkan
keningnya. Sepertinya niar masuk kantor seminggu ini? Ia bertanya dalam hati. “
sakit apa?” tanya sang manajer. “sakit perut, pak. Dismenorrhea, sakit datang
bulan, “kata niar. Dalam hati ia merasa tidak nyaman, sebenarnya ia tidak sakit
tetapi tidak bisa menolak ajakan temannya untuk makan siang diuar kantor dan
agak jauh sehingga ia pulang terlambat ke kantor dalam tiga hari lalu. Oleh
karena itu, waktunya untuk menyelesaikan pekerjaan menjadi berkurang.
Dilema Moral
Berkata
apa yang sebenarnya, atau jujur boleh jadi menyebabkan seseorang merasa nyaman
secara psikologis, karena segala sesuatu yang tidak kongruen dengan dirinya,
umumnya menyebabbkan perasaan tidak koheren. Perasaan ini umunya menyebabkan
rasa terganggu secara psikologis. Tetapi mengapa seseorang harus tidak jujur
atau berpura-pura ketika menghadapi persoalan?. Demikian pula yang dialami
tokoh yang bernama Niar dalam cerita konteks diatas. Ia berbohong kepada
atasannya dalam hal kemampuan bekerja dan juga prosesnya dalam menangani
pekerjaan. Persoalan yang dihadapi niar dalam konteks cerita tersebut tidak
hanya masalah ketidakjujurannya, tetapi terkait bagaimana ia mengelola
waktunya, kemampuan untuk berperilaku asertif dan juga attitude atau sikapnya
terhadap atasan.
Pojok Teori
Sebuah
penelitian menunjukkan bahwa dalam seminggu orang-orang melakukan kebohongan
dari 0 sampai 46 kali. Artinya ada yang rata-rata melakukannya lebih dari 6
kebohongan dalam setiap hari. Kepribadian niar termasuk salah yang memiliki
kecenderungan untuk berbohong, sebab ia memilki kepribadian yang memerhatikan
kesan dimata orang lain. Ada dua tipe untuk kepribadian ini, yang pertama
adalah tipe kepribadian kesadaran diri publik dan kepribadian mengarah ke orang
lain. Tipe kepribadian pertama, sangat memerhatikan pendapat orang lain
sehingga ia perlu menjaga citra dirinya di mata orang lain. Sedangkan yang
kedua adalah memerhatikan kepentingan orang lain, tetapi sebenarnya bukan
karena ia benar-benar memerhatikan tetapi agar ia diperhatikan.
Bab 3 Menjelaskan tentang
Lingkungan Ketidakjujuran berisi tentang
Kisah Raja dan Baju Kebesarannya
Dahulu
kala, di kerajaan ini hiduplah seorang Raja yang amat senang berdandan dan
sangat menyukai mengenakan pakaian-pakaian yang sangat mahal dan memamerkannya
ke seluruh penjuru negeri, ia kerap kali mengundang para penjahit kelas dunia
untuk berkompetisi menjahitkan untuknya baju-baju mahal yang indah tiada tara.
Setelah meminta para penjahit untuk menjahitkan baju terindah dan termahal,
maka Sang Raja akan berjalan keliling negeri untuk memperlihatkan baju
tersebut, dan jika ada penduduk yang mencela baju yang dikenakannya, maka ia
akan bersegera memancung kepala orang tersebut. Pada suatu pagi, sang Raja
terlihat murung. Ia sedang sangat bosan dengan baju-baju miliknya, seperti
baju-baju itu tak lagi tampak indah di depan matanya. Raja yang semula tercenung
di singgasananya, kemudian bangkit dan berjalan hilir mudik disekitar
singgasanannya. Ia terlihat sangat masygul. Ia sangat ingin mengenakan pakaian
terbaru yang paling indah yang tak seorang pun di dunia ini memakainya. Lalu
sang Raja dengan teriakan yang menggelegar memanggil penjahit istana untuk
membuatkan pakaian yang indah yang belum pernah dipakai oleh siapapun di seluruh dunia. Sang raja memberikan waktu
tujuh hari untuk menyelesaikan pakaian itu. Tujuh hari berselang, sang penjahit
istana berdebar menunggu kedatangan sang raja. Tiba –tiba dengan suara
menggelegar di balik pintu terdengar suara “SPADA”, apakah kau sudah
menyelesaikan tugas besarmu?Hmmm?”tanya sang raja dengan nada penuh tekanan.
Tentu, Baginda.” Jawab penjahit dengan tenang sang raja menebarkan pandangannya
ke sekeliling ruangan, matanya menemukan mesin jahit,almari berisi kain dan
benang gantunga baju yang berdiri kokoh di sudut dalam keadaan kosong, mesin
pemintal benang, meja dan kursi. Dimana baju yang dikatakan telah selesai
dijahit oleh si penjahit istana? Tanya sang raja dalam hati. Sambil menelan
ludah, sang Raja mendekati si Penjahit. Matanya lurus menatap gantungan baju
yang disodorkan kepadanya, perlahan jari-jemarinya menjulur ke arah gantungan
baju itu, dan ia melakukan gerakan membelai dari ujung atas gantungan baju
hingga ke bawah. “Nah sekarang saatnya baginda mengenakannya. Tak ada keraguan
lagi! Baginda akan menjadi Raja yang paling gagah dan tampan di seluruh dunia!”
seru si penjahit dengan riang gembira. Sang Raja tergeragap. “Tak ada keraguan
lagi!” dengan cepat si penjahit membuka baju sang Baginda Raja satu per satu
sehingga tinggal pakaian dalamnya saja. Lalu perlahan-lahan mengangkat baju
kebesaran itu dan mengenakannya pada tubuh baginda Raja. Baginda pun mengikuti
gerakan si penjahit merentangkan kedua tangannya, ketika si penjahit memakai
jubah kebesarannya. Wajah sang raja memerah, hidungnya memekar, dadanya
mengembang dan ia bangga tiada tara mendengar kata-kata pejahit istana.
Pada saat parade raya istana,
rakyat negeri memerhatikan Rajanya yang sedang duduk di singgasana dengan
mengenakan pakaian dalam saja, mereka terbelalak tentu saja. Tiba –tiba seorang
anak kecil menyeruak dari kerumunan. Ia berteriak “Raja telanjang! Raja
telanjang!.”
Dilema Moral
Dalam
kisah Sang Raja dan baju kebesarannya, pemimpinlah yang bertanggung jawab atas
lingkungan yang penuh dengan kebohongan. Sang raja senang ditipu dan menipu
diri sendiri. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering kali mengalami hal yang
sama dengan apa yang dialami oleh sang raja. Oleh karena kenyataan begitu
pahit, maka kita lebih menyukai jika tidak perlu menerima kenyataan itu apa
adanya, dan kemudian lebih rela menikmati kenyataan palsu yang kita ciptakan
sendiri.
Pojok Teori
Orang
–orang yang lebih suka mendengar hal-hal yang baik yang terkait dengan dirinya,
akan menyulitkan dirinya sendiri. Dan orang-orang yang demikian ini, akan
menciptakan lingkungan ketidakjujuran. Orang-orang disekitarnyalebih menyukai
menyebutkan hal-hal baik tentang dirinya, dan menyembunyikan hal-hal buruk yang
ada pada dirinya. Akibatnya, orang –orang disekitarnya mengembangkan kebiasaan
berbohong, dan ketika kebohongan terus-menerus ada, kekurangan yang semestinya
diperbaiki, segala sesuatu yang seharusnya dievaluasi, justru akan
terus-menerus terulang sehingga keadaan tak pernah membaik sampai kapan pun.
Sebuah penelitian menyatakan bahwa dari 300 kebohongan 75,8% kebohonga
menguntungkan si pembohong baik secara psikologis maupun non psikologis. 21,7%
menguntungkan orang yang berinteraksi dalam kebohongan, dan hanya 2,5% yang
menguntungkan pihak ketiga.
Bab 4 Menjelaskan tentang
Menyontek= Berbohong berisi tentang
Kisah
Rena
Perempuan
kecil berusia sepuluh tahun itu tampak gelisah di tempat duduknya. Posisi duduknya
berubah-ubah, geser ke kanan, geser ke kiri. Matanya pun melirik kesana kemari.
Ia menunduk melihat kertas pekerjaan yang ada pada di atas mejanya.
Sebentar-sebentar terlihat menghela napas, kemudian terlihat menunduk lebih
dalam. Ia melakukan gerakan seperti itu berulang-ulang. “Rena... apa yang
sedang kau lakukan?” tanya ibu Syanti. Keningnya berkerut. Murid kesayangannya
itu seperti mengkerut dan berubah mengecil. “Eeehng.. tidak ada apa-apa bu.
Saya menyelesaikan ulangan...eeeh...agak...sulit..” jawabnya terbata-bata. “Apa
itu didalam lacimu?” tanya bu Syanti lagi. “Tidak, tidak ada apa-apa, bu..”
kata rena tergeragap. “Coba ibu lihat..” bu Syanti meminta rena untuk menggeser
tempat duduknya, dan kemudian ia menemukan apa yang ditutup-tutupi oleh rena.
Sebuah kertas kecil panjang, yang telah berisi catatan kecil rumus-rumus. Rena
terlihat sangat pucat.
Dilema
Moral
Masalah
menyontek adalah masalah yang dihadapi dihampir semua lingkungan pendidikan,
tidak hanya di negara ketiga, di negara maju sekalipun persoalan mencontek
tetap ada. Dalam survei di Amerika Serikat, terhadap 8.600 siswa sekolah
menengah, 70% siswa mengaku bahwa mereka menyontek atau berbuat curang dalam
setidaknya satu ujian, yang berarti kenaikan dari sebelumnya adalah 60% dari
tahun 1990. Dalam survey yang sama, siswa yang diteliti mengatakan bahwa 80%
mengatakan bahwa mereka pernah berbohong pada guru setidaknya sekali.
Pojok Teori
Eric
Anderman seorang ahli dalam masalah menyontek serta professor dalam kebijakan
pendidikan serta kepemimpinan di Universitas Ohio, menyatakan bahwa, “kita
mengetahui kapan siswa-siswa kita menyontek, mengapa mereka menyontek, dan
bagaimana mereka menyontek,” “kami tahu bagaimana untuk memotivasi siswa agar
mereka mengurangi menyontek. Problem satu-satunya adalah pengetahuan kita
tentang cara mengurangi menyontek itu tidak kita masukan dalam praktik sekolah.
Kata Anderman. Menyontek adalah perilaku ketidakjujuran baik terhadap diri
sendiri maupun orang lain. Pada beberapa penelitian, lebih dari 80% siswa SMA
denga pencapaian tinggi serta 75% mahasiswa perguruan tinggi mengakui melakukan
perilaku menyontek. Presentase yang terus meningkat sejak lima puluh tahun
terakhir. Penelitian telah menunjukkan bahwa anak laki-laki lebih banyak
mencontek daripada anak perempuan. Siswa dengan tipe kepribadian “A” lebih
sering melakukan perilaku menyontek daripada siswa dengan tipe “B” dan sangat
sedikit bahwa perilaku menyontek memilki relasi dengan perkembangan moral.
Kepribadian tipe “A” adalah kepribadian yang agresif, memilki target tinggi
dalam pencapaian hidup,outspoken, dominan, kompetitif, tidak sabaran, berbicara
dengan tempo cepat. Sedangkan tipe “B” adalah tipe kepribadian sebaliknya,
submisif, sabar, tidak kompetitif, menikmati hidup, berbicara dengan tempo
lamban, senang menikmati waktu-waktu santai.
Bab
5 Menjelaskan tentang Perkembangan Moral dan Kejujuran berisi
tentang
Kisah
Yosa
Mama
kebingungan. Yosa tidak mau keluar dari kamarnya, sejak kemarin. Ia hanya
membuka sedikit pintu kamarnya, menerima piring makan siangdari mama lalu
menutup pintu rapat-rapat. Jika selesai mandai, ia tak pernah mampir untuk
mencium pipi mama setelahnya. Yosa jadi tidak seperti biasanya. Mama sedih.
“Yos...” mama mengetuk-ngetuk pintu kamar yosa, untuk kesekian kalinya. Ia
berusaha membujuk yosa untuk membuka pintu kamarnya. “Yos... bisakah dibuka
pintu kamarnya? Mama ingin ketemu yosa...” pinta mama dengan nada lembut.
Hening didalam. Beberapa menit kemudian, pintu perlahan dibuka. Mama menemukan
mata yosa mengintip dari dalam. Sorot matanya lelah dan bingung. “Mama boleh
masuk?” tanya Mama lembut. Matanya menatapi mata yosa. Yosa menunduk, tak kuasa
menatap kembali mata mama. Akhirnya perlahan yosa membuka pintu, seakan
mempersilahkan mama masuk, ia pun duduk di tepi tempat tidur dengan wajah
menunduk. “ada apa yos?”. Hening. Mama menunduk. “Mmmmm....” yosa bergumam.
Mama menatap yosa lembut. “Mmmm... yosa pasti masuk neraka mama. Yosa tidak
pantas jadi anaknya, mama.” Dagu yosa kini lekat di dadanya. Kening mama
berkerut. Mama segera meraih kepala yosa dan memeluknya. “Ada apa yos... cerita
sama mama...,” bujuk mama sambil membelai-belai rambut ikal yosa. “mmmm... mama
pernah cerita kalau...” yosa berhenti lagi. Mama terus membelai kepala yosa,
seperti memberikan isyarat bahwa yosa bercerita apa saja pada mama. “kata romi,
orang seperti yosa, harus dipotong tangannya...!” suara yosa bergetar. Mama
semakin erat memeluk yosa.” Kata mama dulu waktu cerita tentang pencuri di
zaman rasul, juga begitu...!” tangis yosa meledak.
Dilema
Moral
Kejujuran
merupakan sifat yang kita inginkan dalam diri anak kita. Pemahaman ini kita
tanamkan pada anak-anak sejak mereka kecil. Orang tua, guru, dan orang yang
dihormati anak-anak merupakan significant others yang memberikan pengaruh dalam
perkembangan moral pada anak karena mereka mempresentasikan hukum-hukum
normatif secara personal pada diri anak.
Pojok
Teori
Dalam kasus yosa, sebagaimana cerita
dalam kisah yosa, seorang anak berusia 7 tahun sebagaimana yosa memang masih
perlu ditanamkan bahwa ada hukum dan aturan di luar dirinya yang harus
ditaatinya. Umumnya pada usia tersebut, anak-anak menganggap bahwa hukuman dan
aturan itu taken for granted, ada dan
akan langsung menimpa mereka jika mereka melanggarnya. Sehingga sangat perlu
bagi orang tua untuk mengetahui bagaimana cara menanamkan aturan-aturan moral
bagi anak-anak mereka. Aturan moral dan hukuman umumnya bisa disampaikan secara
efektif melalui cerita. Baik aturan yang bersifat normatif sebagaimana ada di
dalam kitab-kitab suci agama, ataupun hukum positif atau bahkan konvensi yaitu
hukum yang tidak tertulis di masyarakat. Namun, tentu saja cara orang tua
menyampaikannya harus dilakukan dengan hati-hati. Sebab, bagi anak-anak, orang
tua dan guru adalah significant others
yang boleh jadi mewakili secara personal aturan dan hukum tersebut.
Bab
6 Menjelaskan tentang Asertif= Berani Jujur berisi tentang
Kisah
Qisa dan Aisa
Qisa
diminta oleh ibu guru untuk menulis ringkasan sejarah pengetahuan, ia lalu
pergi ke perpustakaan, untuk meminjam buku tersebut ke perpustakaan. Ketika
tiba di perpustakaan ia berjumpa dengan Aisa, yang juga mendapat tugas yang
sama tetapi akan dikumpulkan satu hari lebih lambat dari Qisa. Kemudian Qisa
meminta pada Aisa agar ia bisa meminjam buku itu terlebih dahulu, dengan janji
bahwa ia akan mengembalikan sehari sebelum waktu Aisa mengumpulkan tugasnya.
Aisa setuju. Pada haru yang telah disepakati, Qisa tak kunjung datang ke rumah
Aisa untuk mengembalikan buku. Apa yang Aisa lakukan? Ia lalu mendatangi rumah
Qisa. Disana ia menemukan Qisa baru saja selesai keramas dan tampak masih sibuk
mengurus kuku jari kakinya, tak nampak tanda-tanda bahwa ia telah menyelesaikan
ringkasannya atau bahkan tak tampak ia telah membaca bukunya. Qisa mengatakan
bahwa dua hari lalu ia ada agenda lain yang sangat penting sehingga baru
berencana membuat bukunya hari ini, sambil berkata bahwa seorang yang cerdas
dan terjadwal seperti Aisa pasti tidak kesulitan untuk mengerjakan tugasnya
malam nanti. Kira –kira apa yang akan dikatakan Aisa pada Qisa?
Dilema
Moral
Dalam
banyak kejadian sehari-hari kita akan selalu mengalami banyak pilihan dalam
mengambil respon atau melakukan tindakan terhadap stimulus atau pengaruh luar
yang secara langsung atau tidak langsung memerlukan respon oleh diri kita.
Pengambilan keputusan atau tindakan dalam merespon tersebut memilki korelasi
dengan bagaimana kita mengekspresikan hak yang kita miliki.
Pojok
Teori
Kejujuran
sangat terkait dengan keterusterangan. Berbicara terus terang apa adanya,
terutama ketika itu terkait dengan hak-hak pribadi, sering kali sulit untuk
dilakukan. Apalagi adat ketimuran seringkali tidak mendukung perilaku ini.
Definisi awal dari asertif ditekankan pada bagaimana mengekspresikan hak dan
kehendak individu dengan cara menyampaikan yang terhormat, serta penuh penghargaan
pada orang lain (e.g Alberti & Emmons, 1970; Lange & Jakubowski, 1976).
Schroeder et al. (1983), menyatakan bahwa perilaku asertif ada dua macam, yang
pertama adalah asertif positif seperti : pengakuan terhadap orang lain,
memberikan dan menerima pujian, memulai dan mengelola interaksi, mengekspresikan perasaan positif. Sedangkan
kategori asertif yang kedua adalah adalah asertif yang negatif atau respon yang
mengandung konflik : mengekspresikan pendapat yang tidak populer, meminta orang
lain untuk merubah perilakunya, dan menolak mengabulkan permintaan yang tidak
masuk akal.
Bab 7 Menjelaskan tentang Tanggung
Jawab = Penyeimbang Asertif berisi tentang
Tanggung
Jawab = Penyeimbang Asertif
Asertif
memang bertumpu pada kemampuan untuk mengkomunikasikan, mengekspresikan, dan
menyampaikan hak-hak kita. Namun, pada saat kita mengerti hak, menyampaikan
hak, dan mengekspresikan hak kita, maka secara alami akan dikenai kewajiban dan
konsekuensi atas pilihan-pilihan itu. Ide besarnya adalah, dengan menetapkan
hak-hak mu, kita tidak dituntut untuk memberikan apa yang diharapkan darimu
tetapi berekspresi, bertindak sebagaimana dirimu sendiri. Kita menjadi diri
sendiri, dan bertanggung jawab atas hal itu.
Tanggung
Jawab
Definisi
: Dapat menanggung akibat dari perilaku yang dipilih sendiri dan keputusan yang
di putuskan sendiri. Sebagai contoh, kita berhak untuk menerima apa yang kita
inginkan, nah itu berarti kita juga harus siap untuk menerima resiko jika
seorang mengatakan tidak atas permintaan kita. Kita tidak boleh sakit hati,
merasa tertekan atas penolakan itu, karena orang tersebut memiliki hak yang
sama dengan kita, untuk mengatakan “ya” atau “tidak” atas permintaan kita.
Hubungan
antara Hak Kita dan Kewajiban Kita
-Kita
berhak diperlakukan dengan penuh hormat
-Berarti
kita berkewajiban menghormati hak orang lain
-Berarti
kita harus terbuka atas pendapat dan perasaan orang lain
-Menetapkan
tujuan hidupmu
-Berarti
kita juga siap untuk membantu orang lain untuk mencapai tujuan mereka
-Menolak
permintaan orang lain atau berkata “tidak” terhadap permintaan orang lain
-Berarti
kita harus mendorong orang lain menggunakan hak mereka untuk memintanya lagi,
lain kali
-Meminta
apa yang kita inginkan
-Berarti
kita mendorong orang lain agar dapat memenuhi kebutuhan mereka
-Berhak
untuk salah
-Berarti
kita harus mendorong orang lain untuk belajar atas kesalahan yang mereka
perbuat, sehingga bisa berkembang dengan baik
-Mendapatkan
produk terbaik, pelayanan terbaik yang setara dengan biaya yang kita keluarkan
-Berarti
kita berkewajiban memberikan produk terbaik, pelayanan terbaik yang setara
dengan biaya yang dikeluarkan orang lain
-Berubah
Pikiran
-Berarti
kita berkewajiban untuk membantu orang lain untuk mencapai kesimpulan dari
pengalaman hidup mereka
-Memutuskan
untuk mengikuti atau tidak saran orang lain
-Berarti
mengijinkan orang lain untuk bebas menentukan perilaku mereka sendiri
Cara
untuk Tidak Setuju
Dalam
pergaulan sehari-hari seringkali sulit bagi kita untuk menyatakan
ketidaksetujuan kita, dalam lingkungan orang-orang timur, menjadi berbeda itu
hal yang luar biasa sulit. Karena dalam tradisi timur, segala sesuatu hampir
selalu dilakukan bersama-sama, sehingga sedikit saja ada hal yang mengganggu
kebersamaan itu (seperti menyatakan ketidaksetujuan, atau memiliki pendapat
yang berbeda dengan orang kebanyakan) maka umumnya hal itu akan membuat
hubungan menjadi kurang nyaman. Namun, menjadi seorang asertif itu berarti kita
memiliki pendapat dan pandangan sendiri atas sesuatu, sebagaimana orang lain
juga memilki kesempatan yang sama untuk memilki pendapat dan pandangan sendiri
sehingga, karena masing-masing orang berhak untuk memiliki pendapatnya, hal ini
tentu secara wajar akan menimbulkan keadaan saling tidak setuju. Berikut adalah
tahapan proses yang akan membantumu untuk menyatakan ketidaksetujuan tanpa
harus terjebak pada situasi yang emosional, kehilangan integritas, atau
kehilangan rasa hormat dari orang lain.
1.
Pernyataan afirmasi
2.
Melembutkan Pernyataan
3.
Mengindikasikan Proses
4.
Menyatakan Alasan
5.
Menyatakan Ketidaksetujuan
6.
Menawarkan Kompromi
Menawarkan kompromi ini mungkin
bisa diambil bisa tidak, pilihan saja. Kita berhak menentukan apakah kita mau
berkompromi atau tidak dalam hal-hal yang sedang kita hadapi.
Proses Menyatakan Ketidaksetujuan
1.
Pernyataan Afirmasi
Pernyataan afirmasi, sederhananya
adalah menyatakan “ya”. Mungkin agak aneh bagimu, bagaimana mau menyatakan
ketidaksetujuan harus dimulai dengan pernyataan “ya”. Kita menggunakan kata
“ya” untuk menyiapkan mereka untuk mendengar pendapatmu bukan untuk membuatmu
setuju dengan pendapat mereka
2.
Melembutkan Pernyataan
Bagi
kebanyakan orang, seseorang dipengaruhi oleh latar belakang mereka, keluarga,
suku, agama, profesi, kebiasaan dalam keluarga. Kita dapat menunjukkan
pengetahuanmu tentang latar belakang mereka untuk melembutkan pernyataan.
Contohnya seperti ini :
-
“Sebagai seorang yang besar di Jawa, saya memahami mengapa kamu memilki
pandangan seperti itu...”
-
“Sebagai seorang yang lebih tua dariku dengan nilai-nilai yang berbeda, saya
mengerti bagaimana akhirnya muncul pendapat ini...”
-
“Sebagai laki-laki yang paling tua dan hidup dalam lingkungan yang tradisional,
saya mengerti mengapa kamu menyatakan ini..”
-
“Sebagai anak tunggal, selalu juara kelas, dari keluarga kaya, saya memahami
mengapa kita memiliki pendapat ini...”
3.
Indikasi Proses
Indikasi
proses adalah memberikan penjelasan pada seseorang yang sedang kita ajak
berdiskusi tentang proses yang kita gunakan untuk memberikan garis bawah posisi
yang kita ambil, atau alasan mengapa kita punya pendapat tertentu yang berbeda
dengannya. Ini contoh-contohnya:
-
“Jika diizinkan saya ada pendapat tentang hal tersebut...”
-
“Izinkan saya menyatakan alasan-alasan saya”
-
“Dapatkah kita memberitahukan pada saya, bagaimana saya memiliki pendapat
seperti ini?...
4.
Menyatakan Alasan
Menyatakan
alasan adalah menyatakan hal-hal yang sederhana atas pilihan pendapatmu,
mengapa kita memposisikan diri dengan posisi tertentu. Ini bisa dinyatakan
langsung atau kita memberikan pandangan yang seimbang dengan menyatakan pro dan
kontranya, sehingga akan menjelaskan mengapa memiliki pendapat tertentu dan
memutuskan untuk memilih posisi tertentu dalam sebuah masalah.
5.
Tidak setuju
Untuk
menyatakan ketidaksetujuan, agar efektif kita harus menggunakan kalimat-kalimat
yang efektif pula. Hal penting juga adalah : jangan meminta maaf atas
ketidaksetujuanmu. Gunakan pilihan kata yang kuat. Gunakan bahasa tubuh yang
positif untuk menyatakan ketidaksetujuanmu. Ini beberapa contoh :
-
“Jadi, saya tidak bisa menyepakati pendapatmu”
-“
Jadi, saya tidak sepakat”
-
“Menurut saya, ada hal yang tidak tepat”
Kata “jadi” digunakan sebagai
penekanan dan akan memberi efek yang kuat karena itu mewakili keputusanmu, dan
kesimpulanmu atas sesuatu hal
6.
Kompromi
Kompromi
adalah pilihan, tetapi akan membantumu, dan tidak akan membantumu dan tidak
akan merugikanmu jika kita memang benar-benar ingin melakukannya. Misalnya,
kita harus melakukan negosiasi harga, meskipun kita tidak setuju akan harga
tertentu, tetapi dengan kompromi, boleh jadi kita akan mendapatkan hal yang
lebih besar (pertemanan, persahabatan, bisnis yang berlanjut, jejaring, dan
seterusnya) dibandingkan dengan harga yang menurut kita tepat untukmu.
Meminta Apa yang Kita Inginkan
Dalam
situasi pendidikan di sekolah, pendidikan di rumah, menanyakan keinginan adalah
sesuatu yang natural. Pada saat kecil, mungkin kita terbiasa untuk menganggap
bahwa meminta sesuatu adalah hal yang tidak sopan. Padahal dengan meminta
sesuatu dengan jelas, itu berarti mengijinkan orang lain untuk mengetahui apa
yang kita inginkan, dan bagaimana cara untuk menyenangkan kita.
Bagaimana Berkata Tidak
-
Katakan saja “tidak” tanpa tambahan lain.
-
Berikan penjelasan terhadap perasaan kita
-
Berikan penjelasan dari alasanmu
Katakan Terima Kasih
Terima
kasih adalah frasa yang menakjubkan. Kita pada waktu kecil dibesarkan dan
dilatih untuk mengucapkan “tolong” pada saat kita meminta sesuatu. Tetapi,
ketika kita mengucapkan kata “tolong” pada saat meminta sesuatu, maka kita juga
harus siap untuk mendengar orang tersebut berkata “ya” mengabulkan permintaan
kita, dan “tidak” ketika menolak permintaan kita. Mengatakan terima kasih atas
kebaikan yang kita terima merupakan kejujuran kita atas perilaku positif orang
lain. Kata terima kasih menjadi asumsi bahwa kita ingin perilaku yang kita
inginkan dari orang lain itu benar-benar ia berikan, atau dia lakukan.
3. Penutup
Buku
belajar jujur karya Intan Savitri, M.Si dilihat dari isi bukunya, ditemukan
bahwa gambar yang digunakan oleh penulis masih bewarna hitam putih sehingga
kurang menarik perhatian terhadap pembaca. Selain itu penjelasan mengenai
definisi bab yang terkesan sederhana
menjadikan buku ini terlalu singkat akan penjelasan. Serta pada buku ini hanya
mengandalkan sebuah kisah-kisah yang monoton, sehingga dapat membuat pembaca
menjadi bosan dan jenuh. Akan tetapi, buku ini berisi materi-materi tentang
kejujuran yang bernilai tinggi yang dapat diteladani oleh semua kalangan,
khususnya para pelajar. Nilai –nilai kejujuran yang terdapat pada buku ini
menjadikan sebuah tanda lebih yang dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan
sehari-hari. Selain itu kisah-kisah yang disajikan pun lumayan dapat dipahami.
Buku ini pantas dibaca oleh seluruh
kalangan, khusunya kalangan pelajar dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi
karena buku ini terdapat nilai kehidupan yang dapat diteladani dalam kehidupan
sehari-hari. Kualitas gambar yang masih hitam putih agar bisa diperbaiki
menjadi berwarna yang dapat menarik perhatian pembaca sehingga pembaca tidak
merasa jenuh dan bosan.
DAFTAR PUSTAKA
Savitri Intan. 2011. Belajar Jujur. Surabaya : JP BOOKS
1 Comments
Woww bagus baget
ReplyDelete